Jumat, 30 Mei 2008

Langkah Terakhir…?

Akhirnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dipastikan naik lagi. Kepastian naikknya harga BBM diumumkan Pemerintah melalui Menko Ekonomi Prof. DR. Boediono setelah rapat terbatas di Kantor Presiden RI Senin, 5 Mei 2008. Menurut Presiden SBY sendiri, tahapan sekarang bukan lagi membahas harga BBM naik atau tidak, tetapi bagaimana imbas kenaikan BBM 20-30% tersebut terhadap berbagai komoditas, termasuk instrumen untuk melindungi rakyat miskin dan berpenghasilan rendah. Padahal sehari sebelumnya, Presiden sepakat untuk tidak terlalu cepat menaikkan harga BBM. Kebijakan menaikkan BBM adalah merupakan langkah terakhir (Kompas, 5 Mei 2008).

Faktanya langkah terakhir inilah yang justru dengan cepat ditempuh oleh Pemerintah. Alasan utamanya sebagaimana berkali-kali telah diungkap oleh Pemerintah adalah adanya tekanan yang semakin berat terhadap APBN-P 2008 akibat terus membengkaknya anggaran subsidi BBM sebagai dampak langsung dari terus meroketnya harga BBM di pasar dunia, hingga menembus US $ 120 per barel.

Yang amat disesalkan, sesungguhnya adalah kebijakan untuk menaikkan harga BBM yang akan diberlakukan justru di tengah-tengah jeritan masyarakat dari berbagai lapisan yang tengah menderita akibat himpitan ekonomi dan beban hidup yang makin berat. Karena itu apapun alasannya kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM rata-rata 30% adalah kebijakan yang zalim karena akan semakin menyengsarakan rakyat.

Sebagaimana yang sudah-sudah ketika krisis ekonomi terjadi, kebijakan menaikkan tarif kebutuhan pokok seperti BBM pada akhirnya menjadi “langkah terakhir” yang menjadi favorit pemerintah (dengan nada sedikit sinis Penulis justru menyebutnya “langkah pertama”….). Dengan menyebut kebijakan menaikkan BBM sebagai langkah terakhir, Pemerintah sepertinya telah berupaya meyakinkan masyarakat, bahwa ia telah bersunggguh-sungguh menempuh cara-cara lain di luar langkah terakhir tersebut. Padahal jelas tentu masih ada cara atau langkah lain yang bisa ditempuh untuk mengatasi krisis ekonomi ini.

Paling tidak ada 3 strategi besar yang berperan kalau kita mau mencermati struktur pengeluaran APBN kita, yang dapat ditawarkan dan dipilih yang antara lain :

Pertama, melakukan penghematan belanja rutin, dan ini sudah dilakukan Pemerintah dengan memotong anggaran untuk kementerian dan lembaga sebagai kompensasi kenaikan subsidi yang berkaitan dengan BBM, termasuk subsisidi listrik. Namun, hendaknya penghematan ini dilakukan pula di seluruh lini, baik eksekutif, yudikatif maupun legislatif. Sudahkah kita lihat anggota DPR dan DPRD serta pejabat tinggi melakukan ini semua (penghematan) …..?

Kedua memanfaatkan dana APBD yang mengendap di Bank Indonesia (BI) dalam bentuk SBI yang bunganya jelas menambah beban pemerintah. Sepanjang tahun 2007 saja menurut catatan Pemerintah, Dana APBD yang mengendap di BI dalam bentuk SBI mencapai sedikitnya 146 trilyun. Lebih dari itu sepanjang tahun 2007 ternyata APBD kita rata-rata surplus cukup besar (Okezone.com, 6 Mei 2008). Ini jelas sebenarnya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi beban Pemerintah dan masyarakat.

Dan yang ketiga, penangguhan pembayaran utang luar negeri. Tahun 2008 cicilan pembayaran utang plus bunganya mencapai 151,2 Trilyun Rupiah. Penangguhan ini jelas akan membantu mengurangi beban berat APBN.

Dari sekelumit informasi dan sedikit renungan di atas masih tepatkah disebut tindakan Pemerintah itu merupakan “langkah terakhir”…?

Posted by : ilowirawan

Tidak ada komentar:

keluargaku bahagia daffa anakku shooting
Free chat widget @ ShoutMix
bayi muah.. bayi aktus Action di Lap Simpanglima lagi ngajar